RELIGIUSITAS TOKOH DALAM NOVELETTE YANG HIDUP DI PINGGIRAN KARYA TINUS KAYOMAN
Nilawaty
Nomor Induk Mahasiswa 06097302001
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
dan Daerah
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dalam sebuah tatanan kehidupan berbangsa,
nilai-nilai yang dianut masyarakat menjadi penjaga bagi utuhnya tatanan itu.
Nilai-nilai itu juga membentuk karakter suatu bangsa. Fakta sejarah menunjukkan
bahwa bangsa yang maju dan terkemuka dalam percaturan dunia, selalu ditopang
oleh suatu karakter yang penuh dengan nilai-nilai positif. Sebaliknya, jika
nilai itu tergerus, akan menjadi sinyal awal bagi mundurnya suatu bangsa bahkan
suatu peradaban.
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi,
khususnya bidang komunikasi dan informasi, membawa banyak perubahan
dalam kehidupan manusia. Sekat-sekat jarak dan waktu menjadi sempit bahkan
seolah hilang sama sekali. Pemikiran, gagasan, harapan seseorang secara sadar
atau tidak banyak pula mempengaruhi diri orang lain. Dalam skala yang lebih
luas sering terjadi pergeseran nilai yang dianut dalam suatu masyarakat. Pergeseran yang dapat dimaknai secara positif
namun di lain kesempatan dituding
sebagai biang keladi hilangnya nilai positif dari suatu bangsa. Hal ini
misalnya tersirat dalam pernyataan yang dikemukakan oleh Suhariyanto dkk (1991
: 1-3) berikut :
Perkembangan komunikasi,
baik yang bersifat
media cetak
maupun yang bersifat
elektronik akan
membuat dunia ini
seolah-olah dekat dan
akan berpengaruh
langsung ataupun
tidak langsung
terhadap pergeseran nilai-nilai. Komunikasi
antara bangsa menjadi lebih erat, sehingga kebudayaan asing
dan pola berpikir ala
Barat sering berkembang
di tengah
kehidupan masyarakat kita….
Untuk
itu segala upaya untuk tetap mempertahankan nilai-nilai positif (luhur) di tengah-tengah
masyarakat menjadi penting. Sumber dari semua nilai luhur tersebut adalah
kesadaran manusia akan fungsinya sebagai hamba Tuhan (interaksi vertikal) , sebagai mahluk sosial (interaksi
horizontal) dan sebagai bagian dari alam (lingkungan hidup). Sehubungan dengan
hal ini, karya sastra memiliki peran penting sebagai salah satu upaya
mempertahankan nilai luhur. Karya sastra memberikan pencerahan bagi jiwa
manusia yang mengering dilanda arus kemajuan yang membawa pula sikap materialistik,
konsumtif dan cenderung hedonistik .
Melalui karya sastra pembaca tidak
hanya diajak untuk menikmati dan
memahami ekspresi jiwa pengarang tetapi juga menghayati nilai-nilai yang
terkandung di dalam karya sastra tersebut. Nilai moral, didaktis, sosial dan
religius yang terdapat dalam sebuah karya sastra diharapkan akan memberikan masukan, contoh dan teladan bagi pembaca yang
dapat diadaptasi dalam kehidupan sesuai dengan kondisi dan keadaan
masing-masing. Karena itulah, menjadi penting untuk meneliti bagaimana sebuah
karya sastra memberikan gambaran tentang nilai-nilai kepada para pembaca serta
bagaimana pembaca dapat menarik pelajaran dari karya yang dibacanya.
Penulis memilih novelette Yang Hidup
di Pinggiran karya Tinus Kayoman
sebagai obyek penelitian. Tinus kayoman adalah nama pena dari Rajab Agustini,
S.Pd. Lahir di Palembang, 8 agustus 1971. Mulai menyenangi dunia tulis menulis
sejak menjadi mahasiswa di jurusan
pendidikan Fisika IKIP Negeri Semarang (sekarang bernama Universitas Negeri
Semarang) tahun 90-an. Dimulai dengan
menulis puisi dan cerpen yang dimuat di majalah dinding fakultas, lalu
berlanjut ke Koran kampus. Beberapa kali
puisi dan cerpennya menjadi pemenang lomba di tingkat fakultas dan Universitas. Misalnya Pada tahun
1994 , cerpennya yang berjudul Istri Pilihan , menjadi juara lomba penulisan cerpen dalam rangka pekan
seni dan sastra IKIP Negeri Semarang. Pada tahun-tahun itu juga, cerita-cerita
pendeknya yang banyak bertema realitas kehidupan kaum marginal mulai menghiasi
harian lokal di kota Semarang. Cerpennya yang berjudul Rencana dimuat dalam
antologi cerpen RITUS, bersama dengan cerpen penulis semacam Triyanto
Triwikromo serta mendapat pujian dari sastrawan Ahmad tohari.Karyanya yang
berjudul Yang Hidup di Pinggiran ini
penulis kutip dari kumpulan cerpennya yang berjudul Yuni Gang Empat yang di buat tahun 2008 dan belum diterbitkan
Setidaknya ada dua alasan untuk itu
: pertama, karya ini belum pernah dijadikan bahan penelitian sebelumnya. Kedua,
setelah membaca cerita Yang Hidup di
Pinggiran penulis mendapati bahwa cukup menarik untuk membahas religiusitas
tokoh-tokoh dalam karya ini. Sebagai pembanding, Kelaramita (2009) meneliti
nilai moral yang terdapat dalam novel karya Abidah El Khalieqy, Perempuan Berkalung Sorban. Sebuah novel
dengan setting pesantren dan tokoh-tokoh bernama “Islam” serta
pilihan diksi sarat dengan idiom-idiom keagamaan. Sebaliknya; setting, tokoh
dan idiom dalam novelette Yang Hidup
di Pinggiran boleh dikatakan
bertolak belakang dengan novel itu. Tokoh utama dalam novelette ini ada tiga
orang yaitu : Susi, seorang wanita penghibur, Bu Mar, seorang mantan “mami” dan
Ustad Nurhidayat, seorang guru mengaji yang diduga terlibat perkara teroris. Berdasarkan
hal inilah penelitian terhadap religiusitas tokoh dalam novelette Yang
Hidup di Pinggiran karya Tinus
Kayoman penulis anggap perlu dilakukan.
1.2.
Masalah
masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
religiusitas tokoh dalam novelette Yang
Hidup di Pinggiran karya Tinus Kayoman .
1.3.
Tujuan
Tujuan
penelitian ini adalah mendeskrispsikan religiusitas tokoh-tokoh dalam
novelette Yang Hidup di Pinggiran karya
Tinus Kayoman sehingga diperoleh gambaran yang lengkap mengenai
religiusitas tokoh-tokoh itu.
1.4.
Manfaat
Secara teoritis
hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat pada semua pembaca dalam bentuk tergugahnya kesadaran bahwa
religiusitas menjadi sebuah hal yang penting untuk terus ditingkatkan
ditengah-tengah derasnya arus pusaran keadaan saat ini yang terus menerus
menggerus nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat.
Secara praktis,
diharapkan pembaca dapat memperoleh
gambaran tentang religiusitas dalam sebuah karya, mengapresiasi sebuah karya
sastra serta selalu tertarik untuk meneliti dan menelaah karya tersebut dengan
memandangnya dengan sudut pandang yang segar dan orisinil. Bagi mahasiswa yang
kelak akan menjadi calon pendidik, kejelian dalam memilih sudut pandang pandang
dan bahan pengajaran sastra diharapkan dapat meningkatkan gairah siswa untuk
menikmati dan menekuni sastra Indonesia yang menurut para ahli masih
memprihatinkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar