Jumat, 27 Agustus 2010

cerpen belum selesai

Meminang Ibu
Akhirnya terjadi juga . Ibu pergi begitu saja dari rumahku. Setelah dua bulan lebih beberapa hari aku mencoba berdamai dengan keadaan, hal yang ku cemaskan itu terjadi juga. Sebetulnya hal ini tidak terlalu memalukan. Ketika ibu menginap di rumah Neti, adik bungsuku, ia hanya betah dua minggu. Aku masih teringat gerutuan Beliau ketika aku menjemputnya.
“T idak ku sesali anaknya yang kurang ajar itu…!” kata ibu dengan nada jengkel.
“Tapi, perbuatan Neti dan suaminya yang lebih mempercayai kata-kata anaknya daripada aku, orang tuanya, itu yang menyakitkan hati !!”
Teringat kata-kata Ibu itu, ada perasaan kecut dalam hatiku, membayangkan apa pula yang akan yang dikatakan ibu pada Sul, kakak sulungku, yang menjemput ibu. Tapi semuanya sudah terjadi. Dari semua anak yang secara bergiliran ketempatan ibu selama kurang lebih setahun ini, aku yang terakhir mengalami kejadian ini. Rekor yang tidak terlalu memalukan. Selain itu, ibu cukup lama berdiam di rumahku, hingga siang ini aku menerima telpon dari Mas Sul, Ibu minta dijemput….
Kami lima bersaudara, sul yang tertua. Sam, nomor dua. Aku sendiri, Yunanto nomor empat dan Neti, si bungsu. Sejak ayah meninggal dunia, ibu bergiliran menginap di rumah kami. Selain keinginan beliau sendiri, kami juga dengan senang hati menerima Ibu. Kasihan rasanya melihat beliau hanya berdiam di rumah dengan Mbok Nah, si pembantu yang sudah mengikuti Ibu sejak kami masih kecil-kecil.
Tapi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar